Kamis, 19 Juli 2012

Permasalahan Foodestate Kaltim

Kamis, 19 Juli 2012 , 10:26:00

SAMARINDA – Nasib program food estate di Kaltim, terutama persoalan ketersediaan lahan, disebut berada di tangan para bupati. Kemampuan menyediakan lahan akan membuktikan apakah para pemimpin daerah itu mendukung program ketahanan pangan nasional.
Tentu para bupati juga tidak ingin kabupatennya dicap hanya jago mengobral izin tambang batu bara dan perkebunan. Sebab, data yang diperoleh media ini menunjukkan, izin perkebunan kelapa sawit dan tambang batu bara menguasai hampir setengah luas provinsi ini.
Mengulik data Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim, sebelas bupati dan wali kota di Bumi Etam telah mengeluarkan 204 izin usaha perkebunan dengan luas 2,6 juta hektare. Dari jumlah itu, izin yang ditingkatkan menjadi hak guna usaha mencapai 983,1 ribu hektare dari 155 perusahaan. Realisasi total tanam untuk kebun inti, plasma, dan kebun rakyat mencapai 827 ribu hektare.
Sementara catatan Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim menunjukkan, luas izin tambang yang sudah diterbitkan pada 2011 mencapai 5,5 juta hektare. Itu terdiri dari 3,3 juta hektare yang eksplorasi (364 izin) dan 2,2 juta yang eksploitasi (498 izin).
Pertanyaannya, jika para bupati mampu mengeluarkan izin pertambangan dan perkebunan dengan luas jutaan hektare, bagaimana lahan tanaman pangan yang “hanya” perlu 535 ribu hektare?
Apalagi sebanyak 100 ribu hektare lahan dipastikan akan digunakan tiga BUMN. Pertama, 100 ribu hektare untuk tiga BUMN yakni PT Sang Hyang Sri (SHS) (40 ribu hektare), PT Pertani (30 ribu hektare), dan Pupuk Sriwijaya atau Pussri  Holding (30 ribu hektare).
Informasi yang diterima Kaltim Post, program food estate menghadapi persoalan ketersediaan lahan. Bahkan, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan mengancam, akan memindahkan investasi tersebut bila lahan tak kunjung siap. Tidak tanggung-tanggung, nilai investasi tiga BUMN itu mencapai Rp 9 triliun.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak melontarkan kalimat kepada publik bahwa pertanian menjadi lokomotif ekonomi baru di provinsi ini. Hal itu sebagai antisipasi selesainya era batu bara.
“Investasi Rp 9 triliun itu sangat luar biasa. Saya menganggap Pak Dahlan seperti malaikat,” ucap Gubernur ketika panen perdana di Delta Kayan Food Estate, bulan lalu.
Tetapi tanpa dukungan para bupati, bukan tidak mungkin lokomotif tadi segera pergi tanpa gerbong. Modal Rp 9 triliun bisa melayang dari Kaltim hanya karena ketersediaan lahan.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim, Rusmadi, menyebutkan bahwa sejauh ini yang baru berjalan adalah Solaria melalui PT Nusa Agro Mandiri di Bulungan yang menunjukkan hasil positif. Mantan dekan Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman ini mengatakan, ketersediaan lahan sepenuhnya ditentukan kabupaten. Pemprov hanya mendorong dan mendampingi sehingga investor benar-benar mewujudkan investasinya.
GELIAT SAWIT
Dua tahun belakangan, kuasa modal begitu banyak melirik perkebunan kelapa sawit. Pada semester pertama 2012, realisasi investasi di bidang ini sebanyak Rp 4,1 triliun atau hampir 50 persen dari seluruh investasi di Kaltim. Itu sudah termasuk industri minyak sawit.
Kecenderungan serupa terlihat sejak semester pertama 2011. Modal yang masuk ke Kaltim di sektor perkebunan sawit menembus Rp 3 triliun. “Akhir-akhir ini memang meningkat dan paling banyak adalah penanaman modal asing,” jelas Kepala Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Kaltim, M Yadi Sabianoor.
Menurut data BPPMD Kaltim, selain penanaman modal terbesar, sektor perkebunan kelapa sawit paling banyak menyerap tenaga kerja. Dari semua sektor, sedikitnya bisa memperkerjakan 34 ribu orang. Lebih dari separuhnya diyakini bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit.
“Masalahnya, yang menjadi pekerja di perkebunan itu kebanyakan pendatang. Mungkin karena penduduk kita tidak mau bekerja seperti menjadi buruh perkebunan,” lanjutnya.
Sementara di sektor pertambangan batu bara, nilai investasi pada dua tahun terakhir memang di bawah Rp 1 triliun. Ini karena investasi yang lebih besar sudah ditanam sejak tahun-tahun sebelumnya. Lebih dari itu, pertambangan akan memengaruhi aktivitas ikutannya seperti jasa lain di bidang pertambangan dan perdagangan.
Yadi mengatakan, belum signifikannya investasi sektor tanaman pangan disebabkan program food estate baru dimulai tahun ini. Investor, katanya, belum tentu menggelontorkan semua dananya di awal-awal usaha. “Jadi wajar bila rencana investasinya besar tetapi realisasinya tidak terlalu besar,” jelasnya.
Yadi sepakat, ketersediaan lahan menjadi faktor penting suksesnya program ketahanan pangan ini. Nilai investasi dari tiga BUMN dalam food estate yang Rp 9 triliun, sebutnya, sungguh besar. Itu bisa dibandingkan dengan investasi semester pertama tahun ini yang Rp 8 triliun.
“Artinya, investasi tiga BUMN itu saja sudah melebihi seluruh investasi semester pertama tadi,” jelasnya. (fel/zal)

Kaltim Raih Penghargaan Pertanian dari Presiden

[Rabu,18 Juli 2012]

-Produksi Beras Meningkat Diatas Lima Persen
JAKARTA - Kerja keras para petani Kaltim untuk mewujudkan seruan Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak menuju pencapaian swasembada beras menorehkan hasil memuaskan. Presiden memberikan penghargaan bidang pertanian karena keberhasilan daerah ini meningkatkan produksi beras Kaltim yang mencapai diatas 5 persen. Tahun lalu, produksi beras Kaltim meningkat 12,38 persen.
"Penghargaan presiden ini adalah apresiasi atas kerja keras para petani Kaltim mendukung sukses swasembada beras Kaltim. Produksi beras Kaltim harus terus ditingkatkan lagi di waktu-waktu selanjutnya," ujar Awang Faroek usai menerima penghargaan bidang pertanian yang diserahkan Wakil Presiden Boediono di Grand Ball Room Hotel Indonesia Kempinsky, Jakarta Rabu (18/7).
Demi sukses berikutnya bagi kesejahteraan petani, Gubernur Awang Faroek kembali mengingatkan para bupati dan walikota agar memberikan perhatian lebih baik kepada petani, khususnya terkait pemanfaatan lahan. Bupati dan walikota harus mampu memberikan dukungan untuk pencadangan dan penambahan petak-petak sawah baru dan bukan sebaliknya mempersempit luas lahan pertanian.
"Swasembada itu akan semakin sulit dicapai jika lebih banyak lahan justru dikonversi untuk kegiatan tambang dan aktifitas non pertanian lainnya," tegas Awang.
Saran berikutnya yang dikemukakan Gubernur Awang Faroek adalah terkait kontribusi perusahaan pertambangan, perkebunan dan lainnya untuk program pertanian dalam arti luas khususnya penanaman padi.
Menurut Awang, perusahaan bisa dengan mudah membuatkan alokasi perhatian itu kepada petani melalui program community social responcibilty (CSR) perusahaan.
"Perusahaan tambang atau perkebunan harus berlomba-lomba mencetak sawah baru, membangun irigasi dan meningkatkan bantuan pupuk kepada petani melalui program CSR mereka. Mengapa ini saya sarankan, tujuannya agar CSR benar-benar terarah dan secara langsung bermanfaat bagi rakyat sekitar. Saya sudah mengetahui, sudah ada perusahaan yang melakukan dan itu sangat baik," kata Awang.
Selain Pemprov Kaltim, sejumlah kabupaten dan kota di Kaltim juga memmperoleh penghargaan yang sama diantaranya, Berau, Paser, Bulungan dan Balikpapan. (sul/hmsprov).

Foto : Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak saat melakukan panen padi di areal pengembangan kawasan Food and Rice Estate di Kabupaten Bulungan. Program ini merupakan salah satu upaya Kaltim mendongkrak produksi padi sekaligus membangunan ketahanan dan kemandirian pangan.(syaiful/humasprov kaltim)

Selasa, 17 Juli 2012

Monitoring 2012 lokasi DR. TANJUNG BUKA















LOKASI TANJUNG BUKA 5-6 , Dinas Transmigrasi bulungan  telah membuat rumah trasnmigrasi dan akan mendatangkan 250 kk tahun 2012, dan 250 kk tahun 2013.

KENDALA FOODESTATE KALTIM

Selasa, 17 Juli 2012 , 10:39:00

SANGATTA - Daerah-daerah di Kaltim enggan disalahkan terkait lambatnya penyediaan lahan untuk pencetakan 100 ribu hektare sawah baru oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bupati Kutai Timur (Kutim) Isran Noor bahkan menyebut jika Kaltim ditinggalkan dalam investasi pertanian senilai Rp 9 triliun ini, maka yang rugi adalah negara.

Pernyataan Isran bukan tanpa alasan. Sebab, dia mengaku Kutim sudah menyediakan lahan. Sayangnya, dengan luasan kabupaten yang masih “hijau”, penunjukan lahan terkendala status Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).

Padahal, kata Isran, sejak lama Kutim mengajukan Rencana Tata Ruang Waktu (RTRW) dari KBK menjadi Kawasan Budidaya Non-Kehutanan (KBNK). Namun, pengajuan pengalihan status ke Kementerian Kehutanan (Kemenhut) hingga kini belum menunjukkan progress signifikan.

“Kan lahan yang kami tunjuk jadi lokasi program Food & Rice Estate ini (masih berbentuk) hutan. Jadi, kalau dikatakan kurang siap karena lahan, bukan salahnya kita. Karena kesalahan itu ada di Kementerian Kehutanan. Sebab, lahan itu butuh perubahan status lahan, agar dapat digunakan untuk Food Estate, tapi Kemenhut belum berikan izin,” jelas pria yang juga menjabat ketua umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) itu. 

KBK kini jadi “kambing hitam” bersama. Sebab sebelumnya, Bupati Berau Makmur HAPK juga mengakui tidak mudah mewujudkan kawasan Food Estate, karena sebagian lahan masih berstatus KBK. Sehingga, diperlukan kerja sama antara Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Polri, untuk mengubah status lahan agar bisa dimanfaatkan.

Kembali ke Isran. Dia menilai, kalaupun program 100 ribu hektare sawah baru ini tidak berjalan, Kutim dinilai tidak rugi. Dalam hal ini negara malah dirugikan.

“Kutim membantu negara untuk menyukseskan program ini dengan menyiapkan lahan. Tapi, kalau masalah lahan terbentur karena hutan, maka jangan salahkan daerah. Karena sudah diusulkan (perubahan status lahan, Red), tapi belum ada keputusan pusat untuk pengalihan status lahan,” tuturnya.

Padahal, menurutnya, untuk kepentingan Food Estate, semisal pencetakan sawah atau penanaman tebu dan jagung, bukan masalah jika hutan dialihfungsikan. Hanya, faktanya, pusat belum memberikan pengalihan status.

Senada, Kepala Dinas Pertaniandan Peternakan Kutim Robert Liem mengemukakan, lahan 62 ribu hektare sebenarnya sudah disiapkan oleh Kutim. Beberapa BUMN seperti PT Sang Hyang Seriserta PT Pertani sudah siap bekerja sama membangun percepatan ketahanan pangan.

“Kalau lahan kami siap, Kutim selalu siap. Tapi, siapa yang berani KBK begitu saja dijadikan Food Estate. Takutnya terjadi tumpah-tindih lahan dan ke depan bermasalah. Makanya kami menunggu lahan clear. Sekarang Kemenhut belum mengubah status lahan,” tuturnya, saat ditemui di ruangannya, kemarin.

Permasalahan ini sejatinya mampu diselesaikan oleh kementerian terkait, dengan membahas penyelesaian proses alih fungsi hutan.

“Kami hanya merekomendasikan. Dan, sekarang Menteri Pertanian mendorong, tapi (Menteri) Kehutanan belum pernah diajak duduk satu meja. Bagaimana masalah mau kelar. Dan, sepertinya tahun ini bakal gagal. Sebab, permasalahan izin saja belum tuntas. Kita enggak bisa ngomong lagi,” terangnya.

Dalam proyek gagasan pemerintah pusat ini, diakuinya, ada empat kecamatan di Kutim yang didorong. Masing-masing, Sandaran, Karangan, Muara Ancalong, dan Busang. Sayangnya belum berjalan.

Meski demikian, kendati beberapa BUMN telah memberi lampu hijau namun sejauh ini belum ada tindak lanjut kerja sama. “Mereka sudah survei tempat. Tapi belum sepenuhnya oke, sebab kami belum tahu pola kerjasamanya seperti apa, perekrutan bagaimana. Karena pasti membutuhkan banyak buruh. Ya kami maunya orang asli (daerah) bekerja,” pungkasnya.

KUBAR MENUNGGU

Untuk pencetakan sawah, Kutai Barat (Kubar) juga menyiapkan 70 ribu hektare lahan. Namun dari hasil verifikasi, yang siap hanya seluas 40 ribu hektare. Lahan sawah ini berada di sejumlah kecamatan. Di antaranya, Penyinggahan, Muara Pahu, Mook Manaar Bulatn, Damai, Melak, Barong Tongkok, Long Iram, Long  Bagun, dan Bongan.

“Lahan 40 ribu hektare sudah diverifikasi, clean and clear,” kata Bupati Ismail Thomas.

Dia mengaku mendukung program Kementerian BUMN ini. Dengan kesiapan lahan 40 ribu hektare itu, tinggal menunggu pihak yang diberikan kewenangan. Yakni, PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), PT Pertani, dan PT Sang Hyang Seri.

“Silakan ditindaklanjuti lahan yang sudah siap itu. Kami sudah lama menunggu untuk direalisasikan,” tantang Ismail Thomas.

Seperti diwartakan,  keseriusan pemerintah daerah menjadikan Kaltim sebagai provinsi agraris patut dipertanyakan. Ini terlihat dari lambatnya penyediaan lahan demi mendukung program pencetakan 100 ribu hektare sawah baru dari Kementerian BUMN.

Respons pemerintah provinsi (Pemprov) dan pemerintah kabupaten (Pemkab) di Kaltim terkesan lambat. Sebab, setengah tahun sejak Menteri BUMN Dahlan Iskan menyampaikan rencana ini --bahkan telah melakukan peninjauan udara ke beberapa daerah Januari lalu-- namun realisasi penyediaan lahan sungguh jauh dari harapan.

Dalam kunjungannya ke utara Kaltim, akhir pekan lalu, Gubernur Awang Faroek Ishak juga mengakui persoalan utama yang dihadapi memang masalah lahan. “Progress-nya sudah jalan. Tapi ‘kan tidak diharapkan sekaligus. Yang jelas jalan yakni Bulungan dan Berau. Kabupaten lain pun yang sudah bersedia lahannya diikutkan dalam program ini harus siap,” ujar Faroek di Malinau, Sabtu.

Gubernur belum tahu mengapa delapan dari sepuluh kabupaten lainnya belum siap. Kata dia, program yang dikerjakan tiga BUMN dengan nilai investasi hingga Rp 9 triliun ini seharusnya menjadikan kepala daerah setempat proaktif. Apalagi, di sisi lain, Kaltim sendiri juga memiliki program Food & Rice Estate.

10 RIBU HEKTARE DI PPU

Di sisi lain, program pencetakan sawah baru yang digagas Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kaltim tidak semuanya bisa dibilang gagal. PT Sang Hyang Seri atau SHS (Persero), salah satu perusahaan yang mendapatkan kontrak untuk program tersebut kini sedang merampungkan 10 ribu hektare sawah baru di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Paser.

Rinciannya, 3 ribu hektare untuk Program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), dan 2 ribu hektare sawah baru untuk program Pro Beras.

“Target kami 10 ribu hektare sawah baru bisa terpenuhi selama musim tanam tahun ini. Sekarang ini luasan 5 ribu hektare itu sudah dalam tahap persiapan lahan masyarakat petani di Babulu, Penajam Paser Utara, dan Longkali, Tana Paser sudah berjalan,” kata Manajer Unit Pelaksana Lapangan PT SHS PPU, Bambang Sarjito, kemarin.

Bambang Sarjito mengungkapkan, saat ini saja untuk lokasi di Kecamatan Babulu sudah tersedia luasan lahan 5-7 ribu hektare sawah yang siap mendukung program Kementerian BUMN itu. “Selebihnya di tiga kecamatan lainnya di PPU segera digarap. Menjawab pernyataan Pak Menteri BUMN, PT Sang Hyang Seri Unit Pelaksana Teknis Penajam Paser Utara sudah berbuat riil di lapangan, dan program sudah dijalankan,” ujarnya.

Ia menegaskan, jika dilihat program pencetakan sawah baru skala Kaltim yang mencapai 100 ribu hektare itu pihaknya bertekad untuk mengambil peran mewujudkan 10 persen saja. “Jadi, target 10 ribu hektare untuk PPU dan Paser itu mengambil 10 persen dari target Kaltim,” tuturnya.

Dikatakannya, program tersebut sangat disambut positif oleh para petani, terutama pada program Pro Beras, yang sebagian besar lokasinya berada di Kecamatan Longkali, Kabupaten Paser. “Intinya, kami siap merealisasikan program Kementerian BUMN itu, untuk mendukung swasembada pangan daerah dan nasional,” katanya. (ari/ede/rud/zal)

3 BUMN Bikin food estate 100 hektar di KALTIM



Jakarta - Tiga BUMN berencana menerapkan Food Estate BUMN di provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) di atas lahan seluas 100 hektar. Jika program itu berjalan sukses, akan mampu menghasilkan pemasukan Rp 9 triliun.

"Program food and rice estate akan diterapkan di Kaltim. Janji beliau (Meneg BUMN Dahlan Iskan), jika berjalan, akan menghasilkan pendapatan Rp 9 triliun," kata Gubernur Kaltim Awang Farouk Ishak kepada wartawan di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, di sela kunjungan kerjanya ke wilayah utara Kaltim, Jumat (13/7/2012).

Ketiga BUMN antara lain PT Pertani seluas 30 hektar dan gabungan holding seperti Pupuk Sriwijaya seluas dan Pupuk Kaltim juga dengan luas 30 hektar. Sedangkan total areal food estate ketiga BUMN itu seluas 100.000 hektar.

"Mendukung rencana itu, kewajiban Bupati untuk menyediakan lahannya (100 hektar). Sebab, investor itu tidak akan menanamkan modal kalau tidak ada lahannya," ujar Awang.

"Tapi dengan catatan, adanya ketersediaan lahan food estate bukan dari lahan yang bermasalah. Tidak ada investor yang mau berinvestasi kalau lahan bermasalah," tambahnya.

Sebagai contoh, sehari sebelumnya, di Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, masyarakat melakukan panen jagung di atas lahan 200 hektar. Dengan panen itu, menunjukan Kaltim siap dengan program food estate. Selain di Talisayan, juga sebelumnya telah melakukan panen padi di Kabupaten Bulungan.

"Panen jagung itu menunjukan food estate di Kaltim bisa berkembang. Itu kan panen petani, belum lagi panen dari investornya," kata Awang

Sebagaimana diketahui, provinsi Kaltim ditetapkan sebagai daerah pengembangan rice and food estate oleh Kementerian Pertanian dan masuk dalam program MP3EI.

"Beliau (Menteri BUMN) rencananya segera akan datang ke Kaltim untuk memulai melakukan penanaman sebagai langkah awal program food estate BUMN," terangnya.

"Ini akan kembali mendorong aktivitas kehidupan masyarakat petani di Kaltim untuk mewujudkan Kaltim menuju lumbung pangan nasional," tutup Awang.