Selasa, 17 Juli 2012

KENDALA FOODESTATE KALTIM

Selasa, 17 Juli 2012 , 10:39:00

SANGATTA - Daerah-daerah di Kaltim enggan disalahkan terkait lambatnya penyediaan lahan untuk pencetakan 100 ribu hektare sawah baru oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bupati Kutai Timur (Kutim) Isran Noor bahkan menyebut jika Kaltim ditinggalkan dalam investasi pertanian senilai Rp 9 triliun ini, maka yang rugi adalah negara.

Pernyataan Isran bukan tanpa alasan. Sebab, dia mengaku Kutim sudah menyediakan lahan. Sayangnya, dengan luasan kabupaten yang masih “hijau”, penunjukan lahan terkendala status Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).

Padahal, kata Isran, sejak lama Kutim mengajukan Rencana Tata Ruang Waktu (RTRW) dari KBK menjadi Kawasan Budidaya Non-Kehutanan (KBNK). Namun, pengajuan pengalihan status ke Kementerian Kehutanan (Kemenhut) hingga kini belum menunjukkan progress signifikan.

“Kan lahan yang kami tunjuk jadi lokasi program Food & Rice Estate ini (masih berbentuk) hutan. Jadi, kalau dikatakan kurang siap karena lahan, bukan salahnya kita. Karena kesalahan itu ada di Kementerian Kehutanan. Sebab, lahan itu butuh perubahan status lahan, agar dapat digunakan untuk Food Estate, tapi Kemenhut belum berikan izin,” jelas pria yang juga menjabat ketua umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) itu. 

KBK kini jadi “kambing hitam” bersama. Sebab sebelumnya, Bupati Berau Makmur HAPK juga mengakui tidak mudah mewujudkan kawasan Food Estate, karena sebagian lahan masih berstatus KBK. Sehingga, diperlukan kerja sama antara Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Polri, untuk mengubah status lahan agar bisa dimanfaatkan.

Kembali ke Isran. Dia menilai, kalaupun program 100 ribu hektare sawah baru ini tidak berjalan, Kutim dinilai tidak rugi. Dalam hal ini negara malah dirugikan.

“Kutim membantu negara untuk menyukseskan program ini dengan menyiapkan lahan. Tapi, kalau masalah lahan terbentur karena hutan, maka jangan salahkan daerah. Karena sudah diusulkan (perubahan status lahan, Red), tapi belum ada keputusan pusat untuk pengalihan status lahan,” tuturnya.

Padahal, menurutnya, untuk kepentingan Food Estate, semisal pencetakan sawah atau penanaman tebu dan jagung, bukan masalah jika hutan dialihfungsikan. Hanya, faktanya, pusat belum memberikan pengalihan status.

Senada, Kepala Dinas Pertaniandan Peternakan Kutim Robert Liem mengemukakan, lahan 62 ribu hektare sebenarnya sudah disiapkan oleh Kutim. Beberapa BUMN seperti PT Sang Hyang Seriserta PT Pertani sudah siap bekerja sama membangun percepatan ketahanan pangan.

“Kalau lahan kami siap, Kutim selalu siap. Tapi, siapa yang berani KBK begitu saja dijadikan Food Estate. Takutnya terjadi tumpah-tindih lahan dan ke depan bermasalah. Makanya kami menunggu lahan clear. Sekarang Kemenhut belum mengubah status lahan,” tuturnya, saat ditemui di ruangannya, kemarin.

Permasalahan ini sejatinya mampu diselesaikan oleh kementerian terkait, dengan membahas penyelesaian proses alih fungsi hutan.

“Kami hanya merekomendasikan. Dan, sekarang Menteri Pertanian mendorong, tapi (Menteri) Kehutanan belum pernah diajak duduk satu meja. Bagaimana masalah mau kelar. Dan, sepertinya tahun ini bakal gagal. Sebab, permasalahan izin saja belum tuntas. Kita enggak bisa ngomong lagi,” terangnya.

Dalam proyek gagasan pemerintah pusat ini, diakuinya, ada empat kecamatan di Kutim yang didorong. Masing-masing, Sandaran, Karangan, Muara Ancalong, dan Busang. Sayangnya belum berjalan.

Meski demikian, kendati beberapa BUMN telah memberi lampu hijau namun sejauh ini belum ada tindak lanjut kerja sama. “Mereka sudah survei tempat. Tapi belum sepenuhnya oke, sebab kami belum tahu pola kerjasamanya seperti apa, perekrutan bagaimana. Karena pasti membutuhkan banyak buruh. Ya kami maunya orang asli (daerah) bekerja,” pungkasnya.

KUBAR MENUNGGU

Untuk pencetakan sawah, Kutai Barat (Kubar) juga menyiapkan 70 ribu hektare lahan. Namun dari hasil verifikasi, yang siap hanya seluas 40 ribu hektare. Lahan sawah ini berada di sejumlah kecamatan. Di antaranya, Penyinggahan, Muara Pahu, Mook Manaar Bulatn, Damai, Melak, Barong Tongkok, Long Iram, Long  Bagun, dan Bongan.

“Lahan 40 ribu hektare sudah diverifikasi, clean and clear,” kata Bupati Ismail Thomas.

Dia mengaku mendukung program Kementerian BUMN ini. Dengan kesiapan lahan 40 ribu hektare itu, tinggal menunggu pihak yang diberikan kewenangan. Yakni, PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), PT Pertani, dan PT Sang Hyang Seri.

“Silakan ditindaklanjuti lahan yang sudah siap itu. Kami sudah lama menunggu untuk direalisasikan,” tantang Ismail Thomas.

Seperti diwartakan,  keseriusan pemerintah daerah menjadikan Kaltim sebagai provinsi agraris patut dipertanyakan. Ini terlihat dari lambatnya penyediaan lahan demi mendukung program pencetakan 100 ribu hektare sawah baru dari Kementerian BUMN.

Respons pemerintah provinsi (Pemprov) dan pemerintah kabupaten (Pemkab) di Kaltim terkesan lambat. Sebab, setengah tahun sejak Menteri BUMN Dahlan Iskan menyampaikan rencana ini --bahkan telah melakukan peninjauan udara ke beberapa daerah Januari lalu-- namun realisasi penyediaan lahan sungguh jauh dari harapan.

Dalam kunjungannya ke utara Kaltim, akhir pekan lalu, Gubernur Awang Faroek Ishak juga mengakui persoalan utama yang dihadapi memang masalah lahan. “Progress-nya sudah jalan. Tapi ‘kan tidak diharapkan sekaligus. Yang jelas jalan yakni Bulungan dan Berau. Kabupaten lain pun yang sudah bersedia lahannya diikutkan dalam program ini harus siap,” ujar Faroek di Malinau, Sabtu.

Gubernur belum tahu mengapa delapan dari sepuluh kabupaten lainnya belum siap. Kata dia, program yang dikerjakan tiga BUMN dengan nilai investasi hingga Rp 9 triliun ini seharusnya menjadikan kepala daerah setempat proaktif. Apalagi, di sisi lain, Kaltim sendiri juga memiliki program Food & Rice Estate.

10 RIBU HEKTARE DI PPU

Di sisi lain, program pencetakan sawah baru yang digagas Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kaltim tidak semuanya bisa dibilang gagal. PT Sang Hyang Seri atau SHS (Persero), salah satu perusahaan yang mendapatkan kontrak untuk program tersebut kini sedang merampungkan 10 ribu hektare sawah baru di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Paser.

Rinciannya, 3 ribu hektare untuk Program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), dan 2 ribu hektare sawah baru untuk program Pro Beras.

“Target kami 10 ribu hektare sawah baru bisa terpenuhi selama musim tanam tahun ini. Sekarang ini luasan 5 ribu hektare itu sudah dalam tahap persiapan lahan masyarakat petani di Babulu, Penajam Paser Utara, dan Longkali, Tana Paser sudah berjalan,” kata Manajer Unit Pelaksana Lapangan PT SHS PPU, Bambang Sarjito, kemarin.

Bambang Sarjito mengungkapkan, saat ini saja untuk lokasi di Kecamatan Babulu sudah tersedia luasan lahan 5-7 ribu hektare sawah yang siap mendukung program Kementerian BUMN itu. “Selebihnya di tiga kecamatan lainnya di PPU segera digarap. Menjawab pernyataan Pak Menteri BUMN, PT Sang Hyang Seri Unit Pelaksana Teknis Penajam Paser Utara sudah berbuat riil di lapangan, dan program sudah dijalankan,” ujarnya.

Ia menegaskan, jika dilihat program pencetakan sawah baru skala Kaltim yang mencapai 100 ribu hektare itu pihaknya bertekad untuk mengambil peran mewujudkan 10 persen saja. “Jadi, target 10 ribu hektare untuk PPU dan Paser itu mengambil 10 persen dari target Kaltim,” tuturnya.

Dikatakannya, program tersebut sangat disambut positif oleh para petani, terutama pada program Pro Beras, yang sebagian besar lokasinya berada di Kecamatan Longkali, Kabupaten Paser. “Intinya, kami siap merealisasikan program Kementerian BUMN itu, untuk mendukung swasembada pangan daerah dan nasional,” katanya. (ari/ede/rud/zal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar